Sabtu, 09 April 2011

LP DYSPEPSIA

Dyspepsia
1.    Pengertian
Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan (Arif, 2000).
Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika, 2001).
Sedangkan menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan kumpulan gejala yang sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-mual.
2.    Etiologi
Penyebab dyspepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a.    Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan lainnya).
b.    Dyspepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
3.    Tanda dan Gejala
Didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dyspepsia menjadi tiga tipe :
a.    Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala :
1)    Nyeri epigastrium terlokalisasi
2)    Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
3)    Nyeri saat lapar
4)    Nyeri episodik
b.    Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia), dengan gejala :
1)    Mudah kenyang
2)    Perut cepat terasa penuh saat makan
3)    Mual
4)    Muntah
5)    Upper abdominal bloating
6)    Rasa tak nyaman bertambah saat makan.
c.    Dyspepsia  non  spesifik  (tidak  ada  gejala  seperti  kedua  tipe di atas)
Pembagian akut dan kronis berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
4.    Patofisiologi

Organik / Nonorganik
   
Diet dan lingkungan
     Sekresi cairan asam lambung
    Fungsi motorik lambung (motilitas)

Persepsi visceral lambung
    Psikologis
     Infeksi Hp

   
Peningkatan asam lambung
   
    Iritasi mukosa lambung
   
    Ulkus    
                   
Sumber : Dharmika (2001) dalam buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI

5.    Pemeriksaan Penunjang
a.    Laboratorium : Lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti antara lain pankreatitis kronis, diabetes mellitus, dan lainnya. Pada dyspepsia biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
b.    Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia).
c.    Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah :
1)    CLO (Rapid urea test)
2)    Patologi Anatomi (PA)
3)    Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
4)    PCR (Polymerase Chain Reaction), hanya dalam rangka penelitian.
6.    Penatalaksanaan
a.    Modifikasi Pola Hidup
Klien perlu diberi penjelasan untuk dapat mengenali dan menghindari keadaan yang potensial mencetuskan serangan dyspepsia. Belum ada kesepakatan tentang bagaimana diet yang diberikan pada kasus dyspepsia. Penekanan lebih ditujukan untuk menghindari jenis makanan yang dirasakan sebagai faktor pencetus. Pola diet porsi kecil tetapi sering, makanan rendah lemak, hindari / kurangi makanan, minuman yang spesifik (kopi, alkohol, pedas, dll). Akan banyak mengurangi gejala terutama gejala setelah makan (Post prandial).
b.    Obat - obatan
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatannya yang memuaskan  terutama  dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena proses patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus dyspepsia terhadap plasebo.
1)    Antasida dapat mengurangi / menghilangkan keluhan, tetapi secara studi klinis tidak berbeda dengan efek plasebo.
2)    Agen anti sekresi, obat antagonis reseptor H2 telah sering dipakai. Dari berbagai studi yang ada, sebagian diperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan plasebo tetapi sebagian lagi tidak.
3)    Prokinetik, dari banyak studi penggunaan obat prokinetik, seperti metoklopramid, domperidon dan terutama cisapride, diperoleh hasil yang baik dipandingkan plasebo walaupun tidak jarang , didapat data tidak adanya korelasi perbaikan motilitas terhadap gejala / keluhan ataupun sebaliknya. Hal ini terutama pada kelompok kasus dyspepsia tipe dismotilitas.
4)    Eradikasi Helicobaster Pylori ; Eradikasi Hp pada kasus dyspepsia kontroversial kecuali bila pada kasus dengan Hp positif yang gagal dengan terapi konvensional dapat disarankan untuk eradikasi Hp.

7.    Diagnosa Banding
a.    Penyakit Reflulis Gastro Esofadeal (PRGE)
Sebagian kasus PRGE tidak memperlihatkan kelainan mukosa yang jelas. Bila di duga adanya PRGE, maka pemeriksaan pH esofagus dalam bentuk pemantauan 24 jam dapat membedakannya dengan dyspepsia.
b.    Irritable Bowel Syndrome (IBS)
Keluhan klien harus dideskripsikan lebih spesifik. Pada IBS keluhan perut lebih bersifat difus dan terdapat gangguan pola defekasi.
8.    Prognosis
Dyspepsia yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai prognosis yang baik.

B.    Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek - aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan. (Doenges. 1999:6).
Proses keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi  hasil asuhan keperawatan. (Gaffar, 1999).
Proses keperawatan telah diperkenalkan pada tahun 1960-an sebagai proses yang terdiri dari empat tahap : pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dimana tahapan diagnosa keperawatan masuk pada tahapan pengkajian yang didasarkan pada metode ilmiah pengamatan, pengukuran, pengumpulan data dan penganalisaan temuan. Kajian selama bertahun - tahun, penggunaan dan perbaikan telah mengarahkan perawat pada pengembangan proses keperawatan menjadi lima langkah yang kongkrit yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang memberikan metode efisien tentang pengorganisasian proses berfikir untuk pembuatan keputusan klinis.

1.    Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematika untuk mengumpulkan data dan menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Gaffar, 1999). Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnosa, serta revieu catatan sebelumnya.  Pada tahap ini semua data atau analisa tentang klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk memenuhi diagnosa keperawatan. (Doenges, 1999:6).
Manfaat pengkajian adalah membantu mengidentifikasi status kesehatan, pola pertahanan klien, kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosa keperawatan. Pengkajian keperawatan terdiri dari tiga tahap yaitu pengumpulan, pengelompokan atau pengorganisasian serta menganalisa dan merumuskan diagnosa. (Gaffar, 1999).
Berdasarkan sumber data, data pengkajian dibedakan atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari klien, bagaimana kondisi klien. Artinya  data tersebut dapat diperoleh melalui walaupun klien tidak sadar sehingga tidak dapat berkomunikasi. Misalnya data tentang kebersihan diri, data tentang status kesadaran sehingga terlepas  dari lengkap tidaknya data yang terkumpul. Data sekunder adalah data yang diperoleh selain dari klien, seperti dari perawat , dokter, alhi gizi, ahli fisioterapi, catatan keperawatan, pemeriksaan laboratorium, hasil rontgen, pemeriksaan diagnostik lain, keluarga dan teman.
Pengkajian yang ditemukan pada klien dyspepsia menurut Brunner and Suddarth (2001) adalah sebagai berikut : selama mengumpulkan riwayat, perawat menanyakan tentang tanda dan gejala pada klien. Apakah klien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat makan, mual, atau muntah? Apakah gejala terjadi pada waktu kapan saja,  sebelum atau sesudah makan, setelah mencerna makanan pedas atau pengiritasi, atau setelah mencerna obat tertentu aaatau alkohol?. Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress, alergi, makanan atau minuman terlalu banyak, atau makan terlalu cepat? Bagaimana gejala hilang? Adakah riwayat penyakit lambung sebelumnya atau pembedahan lambung? Riwayat diet ditambah jenis diet yang baru dimakan selama 72 jam. Apakah kelebihan diet atau diet sembrono, apakah orang lain pada lingkungan klien mempunyai gejala serupa, apakah klien memuntahkan darah, dan apakah elemen penyebab yang diketahui telag tertelan.
Tanda yang diketahui selama pemeriksaan fisik mrncakup nyeri tekan abdomen, dehidrasi (perubahan turgor kulit, membran mukosa kering), dan bukti adanya gangguan sistemik (takikardia, hipotensi). Lamanya waktu dimana gejala saat ini hilang dan metode yang digunakan oleh klien untuk mengatasi gejala serta efek-efeknya.  
Menurut  Tucker (1998) pengkajian pada klien dengan dyspepsia adalah sebagai berikut :
a.    Keluhan utama
Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian samping dada depan epigastrium, mual, muntah dan tidak ada nafsu makan, kembung, rasa kenyang.
b.    Riwayat kesehatan masa lalu
Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress psikologis, riwayat minum-minuman beralkohol.
c.    Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit saluran cerna.
d.    Pola aktivitas
Pola makan yaitu kebiasaan makan yang tidak teratur, makan makanan yang merangsang selaput mukosa lambung, berat badan sebelum dan sesudah sakit.
e.    Aspek psikososial
Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya masalah interpersonal yang bisa menyebabkan stress.   
f.    Aspek ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat tinggal, hal-hal dalam pekerjaan yang mempengaruhi stress psikologis dan pola makan.
g.    Pemeriksaan fisik
1)    Inspeksi
Klien tampak kesakitan, berat badan menurun, kelemahan dan cemas.
2)    Palpasi
Nyeri tekan daerah epigastrium, turgor kulit menurun karena pasien sering muntah. 
3)    Auskultasi
Peristaltik sangat lambat dan hampir tidak terdengar (kurang dari lima kali permenit)
4)    Perkusi
Pekak karena meningkatnya produksi HCL lambung dan perdarahan akibat perlukaan.
h.    Laboratorium
Dilakukan analisis cairan lambung.
1)    Endoskopi.
2)    Pemeriksaan diagnostik.
Feses ada darah (melena) jika terjadi perdarahan.
2.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta terhadap masalah, akibat dan resiko tinggi. (Doenges. 1999:8) 
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan / masalah kesehatan yang aktual atau potensial ( Carpenito,1998 ).
Dari berbagai pengertian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa diagnosa keperawatan adalah suatu kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan yang dapat menjelaskan masalah kesehatan klien aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan langkah kedua dari proses keperawatan setelah pengkajian data. Diagnosa keperawatan merupakan formulasi kunci dari proses keperawatan karena merupakan “client responses by health problem” atau respon klien terhadap masalah kesehatan. Oleh karena itu diagnosa keperawatan berorientasi pada kebutuhan dasar manusia berdasar teori kebutuhan dasar Abraham Maslow, memperlihatkan respon individu/klien terhadap penyakit dan kondisi yang dialaminya.
Manfaat diagnosa keperawatan adalah sebagai pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan  karena menggambarkan status masalah kesehatan serta penyebab adanya masalah tersebut, membedakan diagnosa keperawatan dan diagnosa medis serta menyamakan kesatuan bahasa antar perawat  dalam memberikan asuhan keperawatan secara konfrehensif.
Diagnosa keperawatan dibagi sesuai dengan masalah klien yang sering terjadi yaitu :
a.    Aktual yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai data klinis yang ditemukan.
b.    Resiko terjadi yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan, saat ini masalah keperawatan belum ada tapi etiologi sudah ada.
c.    Possible yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa perlu data tambahan untuk memastikan timbulnya masalah.
Menurut  Tucker dan Carpenito (1998), pada klien dengan dyspepsia akan ditemukan tiga masalah keperawatan yaitu :
a.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa tidak nyaman anoreksia, mual, muntah.
b.    Nyeri berhubungan dengan efek sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak, iritasi dan diserupsi mukosa lambung.
c.    Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan rumah dan status nutrisi.
Sedangkan menurut Brunner and Suddarth (2001), dalam buku ajar keperawatan Medikal-Bedah volume II, diagnosa keperawatan yang ditemui adalah :
a.    Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan nutrien yang tidak adekuat.
b.    Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan cairan tidak cukup dan kehilangan cairan berlebihan karena muntah.
c.    Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan diet dan proses penyakit.
d.    Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi.
e.    Ansietas berhubungan dengan pengobatan
3.    Perencanan
Rencana keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan. Setelah merumuskan diagnosis keperawatan maka intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. (Keliat,1991). Rencana pelayanan keperawatan dipandang sebagai inti atau pokok proses keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. Tujuan perencanaan adalah mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan adalah sebagai berikut :
a.    Menentukan prioritas diagnosa keperawatan.
b.    Menetapkan sasaran dan tujuan.
c.    Menetapkan kriteria evaluasi.
d.    Merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
Menurut Tucker (1998) dan Doenges (1999), perencanaan berdasarkan diagnosa yang mungkin timbul pada klien dyspepsia, yaitu :
a.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan rasa yang tidak nyaman, anoreksia, mual, muntah, kembung.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara optimal.
Kritaria hasil :   
1)    Klien mengatakan tidak merasa lemas
2)    Porsi makan yang disediakan dihabiskan
Rencana tindakan :
1)    Buat jadwal masukan tiap jam. Anjurkan mengukur cairan / makanan dan minum sedikit demi sedikit atau makan dengan perlahan.
Rasional : Setelah tindakan pembagian, kapasitas gaster menurun kurang lebih 50 mm, sehingga perlu makan sedikit tapi sering.
2)    Timbang berat badan tiap hari. Buat jadwal teratur setelah pulang.
Rasional : Pengawasan kehilangan dan alat pengkajian kebutuhan nutrisi / keefektifan terapi.
3)    Tekankan pentingnya menyadari kenyang dan menghentikan makan.
Rasional : Makan berlebihan dapat menyebabkan mual / muntah atau kerusakan operasi pembagian.
4)    Diskusikan makanan yang disukai klien dan makanan dalam diet murni.
Rasional : Dapat menyebabkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi / kontrol.
5)    Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet dan dokter untuk pemberian vitamin sesuai indikasi.
Rasional : tambahan dapat diperlukan untuk mencegah anemia karena gangguan absorbsi. Peningkatan motilitas usus dan menambah nafsu makan.
6)    Ciptakan lingkungan perawatan yang nyaman.
Rasional : Lingkungan yang nyaman mengurangi stres dan dapat meningkatkan nafsu makan.
7)    Beri penjelasan tentang pentingnya nutrisi yang adekuat.
Rasional : Kesadaran tentang pentingnya nutrisi dapat meningkatkan intake yang adekuat.

b.    Nyeri yang berhubungan dengan efek sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak, iritasi dan diserupsi mukosa     lambung atau motilitas.
Tujuan : Nyeri berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
1)    Klien mengatakan nyeri berkurang
2)    Ekspresi wajah tidak meringis
3)    Tidak ada distensi abdomen
Rencana tindakan :
1)    Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, dan intensitas (skala nyeri 0-10).
Rasional : nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadi komplikasai.
2)    Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
Rasional : Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
3)    Kaji tanda vital.
Rasional : Nyeri dapat mempengaruhi tanda vital.
4)    Catat petunjuk nyeri non verbal. Contoh gelisah, menolak bergerak, berhati - hati dengan abdomen, takikardia, berkeringat. Selidiki ketidaksesuaian antara petunjuk non verbal dan verbal.
Rasional : Petunjuk non verbal dapat berupa fisiologis dan psikologis dan dapat digunakan dalam menghubungkan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah.
5)    Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk klien.
Rasional : Makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan gaster.
6)    Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Rasional : Makanan sedikit mencegah distensi dan haluan gastrin.
7)    Bantu latihan rentang gerak pasif/aktif. Ajarkan teknik relaksasi, seperti nafas dalam.
Rasional : Menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri / ketidaknyamanan.
8)    Kolaborasi  dengan ahli gizi untuk memberikan dan melakukan perubahan diet.
Rasional : Klien mungkin diberikan makanan yang tidak mengandung gas, dan bahan yang merangsang asam lambung.
9)    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi. Misal antasida.
Rasional : Menurunkan keasaman gaster dengan absorpsi atau dengan menetralisir kimia.evaluasi tipe antasida dalam gambaran kesehatan total, mis : pembatasan natrium.
c.    Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, pengobatan, perawatan rumah dan status nutrisi.
Tujuan : Klien mengetahui dan memahami tentang penyakit / kondisi yang dirasakan.
Kriteria hasil :
1)    Klien berpartisipasi dalam proses belajar
2)    Klien memberikan pernyataan verbal atas pemahamannya.
3)    Klien mampu menjawab pertanyaan saat evaluasi
Rencana tindakan :
1)    Beri pendidikan kesehatan tentang penyakitnya.
Rasional : Memberikan informasi dimana klien/orang terdekat dapat memilih berdasarkan informasi. Pengetahuan tentang penyakit membantu untuk memahami kebutuhan terhadap terapi.
2)    Evaluasi pendidikan kesehatan yang telah diberikan.
Rasional : Mengidentifikasi pemahaman klien/keluarga  dan masalah yang potensial dapat terjadi, sehingga solusi alternatif dapat ditentukan.
3)    Beri reward atas  kemampuan yang telah ditunjukkan klien.
Rasional : Meningkatkan motivasi klien / kelurga dalam pembelajaran.
4)    Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar klien dan juga keluarganya.
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien / keluarga.
5)    Anjurkan klien untuk mendatangi sumber - sumber pelayanan untuk memperoleh penjelasan lebih lanjut jika klien telah kembali ke masyarakat.
Rasional : Meningkatkan dukungan untuk klien selama periode penyembuhan dan memberikan evaluasi tambahan pada kebutuhan yang sedang berjalan/perhatian baru.
6)    Jelaskan pentingnya kontrol kesehatan untuk mengevaluasi dengan tim rehabilitasi untuk menindaklanjuti program terapi klien di luar rumah sakit.
Rasional : Membantu perkembangan penyembuhan.
4.    Pelaksanaan.
Pelaksanaan adalah perskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pelaksanaan dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. (Doenges, 1999:10).
Implementasi merupakan pelaksananan perencananan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilakukan sesuai rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan secara cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan fisiologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Gaffar ,1999).
    Ada tiga fase implementasi keperawatan yaitu :
a.    Fase persiapan meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan.
b.    Fase operasional merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada tujuan. Implementasi dapat dilakukan dengan intervensi independen atau mandiri, dependen atau tidak mandiri, interdependen atau sering disebut dengan tindakan kolaborasi.
c.    Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan klien setelah implementasi dilakukan.
Implementasi yang diharapkan pada klien dyspepsia harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
5.    Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. (Hidayat, 2002: 41). Evaluasi merupakan catatan tentang indikasi kemajuan klien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujan untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikan status klien dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan.
Dalam evaluasi terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif yang menyatakan evaluasi dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera, sedangkan evaluasii sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisa status klien pada waktu tertentu.
Ada tiga alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu :
a.    Masalah Teratasi.
Masalah teratasi apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan
b.    Masalah Teratasi Sebagian
Masalah teratasi sebagian apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
c.    Masalah Belum Teratasi
Masalah belum teratasi apabila klien atau keluarga sama sekali tidak menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul  masalah yang baru.
Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui perbandingan pelayanan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kemudahan atau kesulitan evaluasi dipengaruhi oleh kejelasan tujuan dan bisa tidaknya tujuan tersebut diukur. Disamping evaluasi yang dilakukan oleh perawat yang bertanggung jawab pada klien, pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien dapat dinilai juga oleh klien sendiri, teman kerja perawat. Evaluasi menunjang tanggung jawab dan tanggung gugat pelayanan keperawatan yang merupakan salah satu ciri profesi serta menentukan efisiensi dan efektifitas asuhan keperawatan yang diberkan kepada klien.
       


DAFTAR PUSTAKA

Bates, Barbara. (1997). Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 2. Jakarta. EGC
Brunner and Suddarth. (2001). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Edisi 8. volume 2. Jakarta. EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar