Rabu, 05 Januari 2011

TERAPI OKSIGEN


TERAPI OKSIGEN
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan.
Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah.
Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2.

PROSES RESPIRASI
Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar melalui kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis.
Oksigen di atmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9 % akan masuk ke alveoli melalui mekanisme ventilasi kemudian terjadi proses pertukaran gas yang disebut proses difusi.
Difusi adalah suatu perpindahan/ peralihan O2 dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dimana konsentrasi O2 yang tinggi di alveoli akan beralih ke kapiler paru dan selanjutnya didistribusikan lewat darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu :
1.      1,34 ml O2 terikat dengan 1 gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut dengan “Saturasi O2” (SaO2),
2.      0,003 ml O2 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan parsial O2 di arteri (PaO2) 1 mmHg.
Kedua bentuk pengangkutan ini disebut sebagai kandungan O2 atau “Oxygen Content” (CaO2) dengan formulasi :
CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)
Sedangkan banyaknya O2 yang ditransportasikan dalam darah disebut dengan “Oxigen Delivery” (DO2) dengan rumus :
DO2 = (10 x CaO2) x CO
Dimana CO adalah “Cardiac Output” (Curah Jantung).
CO ini sangat tergantung kepada besar dan ukuran tubuh, maka indikator yang lebih tepat dan akurat adalah dengan menggunakan parameter “Cardiac Index” (CI).
Oleh karena itu formulasi DO2 yang lebih tepat adalah :
DO2 = (10 x CaO2) x CI
Selanjutnya O2 didistribusikan ke jaringan sebagai konsumsi O2 (VO2)
Nilai VO2 dapat diperoleh dengan perbedaan kandungan O2 arteri dan vena serta CI dengan formulasi sebagai berikut :
VO2a = (CaO2 – CvO2) x CI
Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka faktor masuknya O2 kedalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar.

VENTILASI ALVEOLAR
Ventilasi alveolar adalah salah satu bagian yang penting karena O2 pada tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian dalam proses difusi.
Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk keluar paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas serta keadaan metabolik.
Banyaknya udara masuk keluar paru dalam setiap kali bernafas disebut sebagai “Volume Tidal” (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan.
Nilai VT normal pada orang dewasa berkisar 500 – 700 ml dengan menggunakan “Wright’s Spirometer”.
Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran gas disebut sebagai “Dead Space” (VD)(Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 - 180 ml yang terbagi atas tiga yaitu :
1.      Anatomic Dead Space,
2.      Alveolar Dead Space,
3.      Physiologic Dead Space.
Anatomic Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung dan jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas.
Alveolar Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi tidak terjadi pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak ada suplai darah. Dan atau udara yang ada di alveoli jauh lebih besar jumlahnya dari pada aliran darah pada alveoli tersebut.

Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang rugi, dengan laju nafas dalam 1 menit.
VA = (VT – VD) x RR

Sedangkan tekanan parsial O2 di alveolar (PaO2) diperoleh dari fraksi O2 inspirasi (FiO2) yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial CO2 di arteri (PaCO2).
PaO2 = FiO2 (760 – 47) – (PaCO2 : 0,8)

Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi dimana respirasi tidak saja pertukaran gas pada tingkat paru (respirasi eksternal) tetapi juga pertukaran gas yang terjadi pada tingkat sel (respirasi internal).

TERAPI OKSIGEN
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat.
Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah
(1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah,
(2) untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.

Syarat-syarat pemberian O2 meliputi :
(1) Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol,
(2) Tidak terjadi penumpukan CO2,
(3) mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah,
(4) efisien dan ekonomis,
(5) nyaman untuk pasien.

Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”.
Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.

INDIKASI PEMBERIAN O2
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
(1) Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah,
(2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan,
(3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien dengan gejal :
(1) sianosis,
(2) hipovolemi,
(3) perdarahan,
(4) anemia berat,
(5) keracunan CO,
(6) asidosis,
(7) selama dan sesudah pembedahan,
(8) klien dengan keadaan tidak sadar.

METODE PEMBERIAN O2
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :
  1. Sistem aliran rendah
Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan.
Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien.
Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.
Contoh system aliran rendah ini adal;ah :
(1) kateter naal,
(2) kanula nasal,
(3) sungkup muka sederhana,
(4) sungkup muka dengan kantong rebreathing,
(5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing.

Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :
a.      Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
- Keuntungan
Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.
b.      Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal
- Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.
c.       Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan konsentrasi O2 40 – 60%.
- Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
d.      Sungkup muka dengan kantong rebreathing :
Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12 L/mnt
- Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir
- Kerugian
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.
e.       Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Merupakan tehnik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
- Keuntungan :
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.
- Kerugian
Kantong O2 bisa terlipat.
  1. Sistem aliran tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur.
Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.

Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
- Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2
- Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran rendah.

BAHAYA BAHAYA PEMBERIAN OKSIGEN
Pemberian O2 bukan hanya memberiakan efek terapi tetapi juga dapat menimbulkan efek merugikan, antara lain :
  1. Kebakaran
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian O2 harus menghindari :
Merokok, membuka alat listrik dalam area sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.
  1. Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi
  1. Keracunan O2
Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu

ASUHAN KEPERAWATAN
Terapi O2 merupakan salah satu intervensi keperawatan yang bersifat kolaboratif yang merupakan bagian dari paket intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien berdasarkan diagnosa keperawatan yang dirumuskan.
Oleh karena itu maka langkah pertama yang perawat lakukan adalah melakukan pengkajian.
Pengkajian ini ditujukan kepada keluhan-keluhan klien serta hasil pemeriksaan baik yang sifatnya pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang dan pememriksaan diagnostik yang berkaitan dengan system pernafasan serta system lain yang terlibat.
Pengkajian keperawatan dapat dilakukan dengan metode wawancara yang berkaitan dengan keluhan klien antara lain : batuk dan lendir, sesak nafas, serta keluhan lain yang berkaitan dengan masalah transportasi O2.
Metode yang lain adalah metode observasi dengan melakukan pemeriksaan fisik pernafasan.
Data yang didapa dapat berupa :
kecepatan, iram dan kedalam pernafasan, usaha nafas, sianosis, berkeringat, peningkatan suhu tubuh, abnormalitas sistem pernafasa serta kardiovaskular.
Selanjutnya data-data ini dapat didukung oleh hasil pemeriksaan penunjang seperti gas darah arteri serta pemeriksaan diagnostik foto torak.
Tahap beikutnya adalah perumusan Diagnosa Keperawatan yang berorientasi kepada pada yang dirasakan oleh klien. Diagnosa ini dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian yang disebutkan diatas
Berdasarkan diagnosa-diagnosa keperawatan yang dirumuskan maka disusunlah intervensi keperawatan (Rencana Tindakan) yang bertujuan untuk “Problem Solving” (penyelesaian masalah) klien.
Rencana ini selajutnya ditindak lanjuti atau di”Implementasi” dan pada akhirnya akan di”Evaluasi” sejauh mana tindakan dapat mencapai tujuan sehingga tindakan dapat dilajutkan, dimodifikasi atau diganti.

KESIMPULAN
Terapi O2 merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan pemenuhan oksigen pada klien.
Pengetahuan perawat yang memadai terhadap proses respirasi dan indikasi serta metode pemberian O2 merupakan bekal bagi perawat agar asuhan yang diberikan tepat guna dengan resiko seminimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA :
Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of Care, W.B Sunders Company, 1999
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8, Jakarta, 2001
Carpenito, LYnda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999
Doengoes, Merilin E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga, Jakarta, EGC, 1999
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1999

Selasa, 04 Januari 2011

Halusinasi

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN HALUSINASI

1.    DEFINISI
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.

2.    RENTANG RESPON HALUSINASI
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut digambarkan seperti dibawah ini:
a.    Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b.    Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
c.    Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
d.   Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
e.    Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
f.     Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.
g.    Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
h.    Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
i.      Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.

3.    FAKTOR-FAKTOR TERJADINYA HALUSINASI
A.  Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain:
a.    Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
b.    Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
c.    Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
d.   Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi factor predisposisi schizofrenia.
e.    Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor predisposisi schizofrenia antara lain anak yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
B.  Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a.    Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b.    Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme gateing abnormal).
c.    Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini:
·      Kesehatan
·      Nutrisi Kurang
·      Kurang tidur
·      Ketidak siembangan irama sirkardian
·      Kelelahan infeksi
·      Obat-obatan system syaraf pusat
·      Kurangnya latihan
·      Hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
·      Lingkungan
·      Lingkungan yang memusuhi, kritis
·      Masalah di rumah tangga
·      Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
·      Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
·      Isoalsi sosial
·      Kurangnya dukungan social
·      Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)
·      Stigmasasi
·      Kemiskinan
·      Kurangnya alat transportasi
·      Ketidak mamapuan mendapat pekerjaan
·      Sikap/Perilaku
·      Merasa tidak mampu ( harga diri rendah)
·      Putus asa (tidak percaya diri )
·      Merasa gagal ( kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri
·      Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
·      Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
·      Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )
·      Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan
·      Rendahnya kemampuan sosialisasi
·      Perilaku agresif
·      Perilaku kekerasan
·      Ketidak adekuatan pengobatan
·      Ketidak adekuatan penanganan gejala.
4.    TANDA DAN GEJALA
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
a.    Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
b.    Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
c.    Gerakan mata abnormal.
d.   Respon verbal yang lambat.
e.    Diam.
f.     Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
g.    Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
h.    Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
i.      Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
j.      Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
k.    Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya.
l.      Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
m.  Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
n.    Berkeringat banyak.
o.    Tremor.
p.    Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
q.    Perilaku menyerang teror seperti panik.
r.     Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
s.     Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
t.     Menarik diri atau katatonik.
u.    Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
v.    Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.



5.    MACAM – MACAM HALUSINASI

Bermacam-macam bentuk halusinasi antara lain sbb:
o   Pendengaran.
70 % Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
o   Penglihatan.
20% Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
o   Penghidu.
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
o   Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
o   Perabaan.
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
o   Cenesthetic.
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine
o   Kinisthetic.
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.




6.    FASE HALUSINASI
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:
1.      Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
2.      Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
3.      Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4.      Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.



7.    ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI DENGAR

a.    Pengkajian
Dapat dilakukan pengkajian dengan cara :
Wawancara  :  klien mengatakan mendengar suara-suara aneh (tanpa adanya stimulasi
eksternal).
Observasi : klien selalu menyendiri duduk dipojok atau tiduran di tempat tidur, kadang–kadang berjalan mondar–mandir. Klien tampak senyum-senyum sendiri dan bicara sendiri, memandang kekanan/kedepan seoah-olah ada teman bicara.
b.    Diagnosa Keperawatan :
Pohon masalah :
Persepsi sensori

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Diagnosa yang ditegakkan :
Resiko perilaku mencederai diri b.d halusinasi pendengaran

c.    Perencanaan Keperawatan pada klien dengan halusinasi dengar :
Dx  : resiko perilaku mencederai diri b.d halusinasi pendengaran
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1.    Klien dapat membina hubungan saling percaya
2.    Klien dapat mengenal halusinasinya
3.    Klien dapat mengontrol halusinasinya
4.    Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
5.    Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya




d.   Intervensi Keperawatan
1.    Bina hubungan saling percaya
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
1.1.   Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
1.2.   Perkenalkan diri dengan sopan
1.3.   Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
1.4.   Jelaskan tujuan pertemuan
1.5.   Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
1.6.   Beri perhatian kebutuhan dasar klien
2.    Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
2.1.   Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2.   Observasi tingkah laku klien yang terkait dengan halusinasinya : berbicara dan tertawa tanpa stimulus dan memandang ke kanan / kiri / kedepan seolah – olah ada teman bicara
2.3.   Bantu kliean mengenal halusinasinya :
2.3.1. Jika menemukan klien sedanf berhalusinasi : tanyakan apakah ada suara yang didengarnya
2.3.2. Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang didengar itu
2.3.3. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya ( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi )
2.3.4. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4.   Diskusikan dengan klien :
2.4.1. Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi (jika sendiri, jengkel, atau sedih)
2.4.2. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, dan malam, terus – menerus atau sewaktu – waktu)
2.5.   Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi (marah / takut, sedih dan senang), beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya.

3.    Klien dapat mengontrol halusinasinya
3.1.       Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah,menyibukkan diri dll)
3.2.       Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian kepada klien
3.3.       Beri contoh cara menghardik halusinasi
3.4.       Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan dan minta klien mengulanginya
3.5.       Beri pujian atas keberhasilan klien
3.6.       Beri contoh percakapan dengan orang lain misalnya “ suster saya mendengar suara-suara, temani saya bercakap-cakap”
3.7.       Minta klien mengikuti contoh percakapan dan mengulanginya
3.8.       Beri pujian atas kebehasilan klien
3.9.       Susun jadwal untuk melatih diri, mengisi kegiatan dengan bercakap-cakap, dan mengisi jadwal kegiatan
3.10.   Tanyakan kepada klien bagaimana perasaannya setelah latihan bercakap-cakap, apakah halusinasinya berkurang ?
3.11.   Diskusikan dengan klien tentang kegiatan harian yang dapat dilakukan
3.12.   Latih klien untuk melakukan kegiatan yang telah disepakati dan masukkan kedalam jadwal kegiatan.
3.13.   Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
4.      Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
4.1.       Diskusikan dengan klien tentang obat yang diminum (nama, warna, dan besarnya), waktu minum obat.
4.2.       Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur
4.2.1. Beda perasaan sebelum dan sesudah minum obat
4.2.2. Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter
4.2.3. Jelaskan tentang akibat minum obat tidak teratur, misalnya penyakit kambuh.
4.3.       Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai jadwal yang ditetapkan
4.4.       Diskusikan proses minum obat :
4.4.1. Klien meminta obat kepada perawat (jika dirumah sakit) pada keluarga (jika di rumah)
4.4.2. Klien memeriksa obat sesuai dosisnya
4.4.3. Klien meminum obat pada waktu yang tepat
4.5.       Susun jadwal minum obat bersama klien
4.6.       Klien mengevaluasi kemampuannya dalam mematuhi minum obat
4.7.       Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal kegiatan harian
4.8.       Beri pujian atas keberhasilan klien
4.9.       Tanyakan kepada klien : bagaimana perasaannya setelah meminum obat secara teratur ?
5.      Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5.1.       Diskusikan dengan keluaraga (pada saat keluarga berkunjung)
5.1.1. Gejala halusinasi yang dialami klien
5.1.2. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi (sama seperti yang diajarkan kepada klien)
5.1.3. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah
5.1.4. Beri informasi tentang waktu tindak lanjut atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai orang lain.
5.2.       Diskusikan dengan keluarga tentang jenis, dosis, waktu pemberian, manfaat dan efek samping obat.
5.3.       Anjurkan keluarga untuk berdiskusi dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat
5.4.       Diskusikan akibat dari berhenti minum obat tanpa berkonsultasi terlebih dahulu.





B. Strategi Pelaksanaan
1.    SP 1 : Bina hubungan saling percaya, identifikasi jenis halusinasi, tanda dan gejala yang dirasakan serta cara menghardiknya.
1.1.   Fase orientasi
a.    Salam Terapeutik
Selamat pagi pak. Perkenalkan nama saya ..., saya biasanya dipanggil Suster..
Saya yang akan merawat bapak selama 1minggu ini. Boleh saya berkenalan ? Nama bapak siapa dan suka dipanggil apa? Baiklah mulai sekarang saya akan pangil ...
b.    Evaluasi /validasi
Bagaimana perasaan bapak... ( selanjutnya panggil nama klien ) hari ini? Kalau boleh saya tahu mengapa bapak sering melamun, kadang tersenyum/bicara sendiri?  suara-suara yang sering bapak dengar?
c.    Kontrak
Bagaimana kalau kita berbincang – bincang sebentar ? mau ya pak ?  mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini?  Mau berapa lama ? Bagaimana kalau 10 menit?

1.2.   Fase kerja
-          Apakah bapak mengalami sesuatu, mendengar, merasakan sesuatu saat bapak sedirian?
-          Saya percaya bapak mendengar suara - suara itu, tetapi saya tidak medengarnya.
-          Tapi jangan khawatir bapak tidak mengalaminya sendirian, ada teman lain yang juga mengalami hal yang sama dengan bapak, dan saya akan membantu bapak untuk menghilangkan suara-suara tersebut.
-          Coba bapak ceritakan suara-suara yang sering bapak dengar..., Apa bapak bisa mengenali suara tersebut ? Kalau bapak mengenal suara itu, suara siapakah? Kapan saja suara itu datang? Berapa kali muncul dalam sehari? Apa yang bapak lakukan jika suara itu muncul?
-          Apakah bapak mengikuti suara-suara yang bapak dengar? Bagaimana perasaan bapak saat suara itu muncul?
-          Bila suara aneh yang didengar muncul, maukah bapak mencoba mengusir
suara aneh itu. Coba usir suara itu dengan mengatakan di dalam hati ” Saya tidak mau dengar kata-kata kamu. Pergi, pergi, pergi ...”
-          Baiklah pak sekarang kita masukkan cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu dengan cara mengusir/merhardik kedalam buku harian bapak, mari saya bantu.
1.3.   Fase terminasi
a.    Evaluasi subjektif
Bagaimana perasaan bapak ... setelah kita berbincang-bincang tadi?
b.    Evaluasi objektif
Jadi seperti yang bapak katakan tadi, suara yang bapak dengar adalah suara (sebutkan), suara itu muncul pada saat (sebutkan), dan dalam sehari bisa muncul (sebutkan) kali. Kemudian yang bapak rasakan dan lakukan setelah mendengar suara itu adalah (sebutkan), bila suara aneh yang didengar muncul, maukah bapak mencoba mengusir suara aneh itu dengan menatakan apa mas tadi... (suruh klien untuk mengulangi) ? Bagus saya senang bapak mau melakukannya.
c.    Rencana tindak lanjut
Bagaimana kalau mas ... mendengar suara-suara itu lagi,  mas bisa mengusir suara–suara tadi dengan cara yang sudah tadi saya ajarkan.
d.   Kontrak
Bagaimana kalau besok kita bercakap-cakap lagi, apa bapak mau? Kita akan
membicarakan tentang cara lain untuk mengendalikan suara-suara itu yaitu dengan bercakap – cakap dengan orang lain. Dimana kira-kira pak kita berbincangnya? Bagaimana kalau di tempat ini lagi? Jam berapa pak ? bagaimana kalau esok pagi pukul 9 ? bapak setuju?


2.    SP 2 : Latihan menghardik halusinasi ke-2 (dengan bercakap-cakap dengan orang lain)
2.1.   Orientasi
a.    Salam terapeutik
Assalamualaikum bapak? “Sesuai janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi.”
b.    Evaluasi/validasi
“ Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa yang di keluhkan oleh bapak? Apakah masih mendengar suara-suara itu lagi? Seperti yang kita perbincangkan kemarin”.
c.    Kontrak
“Seperti janji saya kemarin, hari ini kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain dan kita masukan ke dalam jadwal kegiatan.
untuk waktunya 15 menit cukup kan?”Tempatnya di sini saja ya pak?”
2.2.  Fase Kerja
“ Sekarang bapak kita akan belajar cara kedua untuk mencegah halusinasi yang lain yaitu dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain, jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara langsung saja cari teman untuk ngobrol dengan bapak. Contohnya begini bapak…..: tolong saya mulai dengar suara – suara ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang di rumah misalnya anak bapak katakan: nak, ayo ngobrol dengan bapak, coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan ya begitu bagus! “ nah, sekarang kita masukan ke dalam jadwal kegiatan harian bapak ya?”
2.3.   Fase Terminasi
a.    Evaluasi Subjektif
“ Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini?”
b.    Evaluasi Objektif
“ Jadi sudah ada berapa cara yang bapak pelajari untuk mencegah suara–suara itu? (suruh klien menyebutkannya),“ ya bagus sekalipak.
c.    Rencana Tindak Lanjut
“ Nah, kalau halusinasi itu datang lagi bapak bisa coba kedua cara itu ya pak!
d.   Kontrak
“ Baiklah bapak besok saya akan datang lagi, kita akan bahas cara mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan.”
“Bapak mau jam berapa kita ketemu pak? Ya baiklah jam 09.00 saja.”Tempatnya mau di mana bapak? Di sini saja pak? Ya baiklah sampai ketemu besok lagi ya pak!”

3.    SP 3 : Latihan menghardik halusinasi ke-3 (dengan melakukan kegiatan)
3.1.   Fase Orientasi
a.    Salam Terapeutik
Assalamualaikum bapak? “Sesuai janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi.”Apakah bapak sudah lama menunggu?”
b.    Evaluasi / Validasi
Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suara itu masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita sepakati kemarin? Bagaimana hasilnya?
c.    Kontrak
Sesuai janji saya kemarin, hari ini kita akan berdiskusi tentang cara mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan dan kita masukan kedalam kegiatan harianbapak ya?
Agar bapak dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan.
3.2.   Fase Kerja
-          Kegiatan apa saja yang masih bapak bisa lakukan?
-          Pagi-pagi apa kegiatan bapak?
-          Terus jam berikutnya kegiatan bapak apa?
-          Banyak sekali kegiatan bapak setiap harinya ya. Mari kita latih 2 kegiatan hari ini. Bagus sekali bapak bisa melakukannya. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah suara-suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih agar dari pagi sampai sore bapak ada kegiatan.
-          Bapak, bagaimana kalau kegiatan yang tadi kita latih dimasukan kedalam jadwal kegiatan harian bapak?

3.3.   Fase Terminasi
a.    Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi? Apakah dapat membuat bapak merasa lebih nyaman?
b.    Evaluasi Objektif
Coba bapak sebutkan kembali 3 cara yang telah saya latih apabila halusinasi itu datang ? ya bagus sekali.
c.    Rencana Tindak Lanjut
Nanti bapak lakukan latihan secara mandiri sesuai jadwal yang kita buat agar suara-suara tidak muncul lagi. Bapak setuju khan?
d.   Kontrak
Baiklah bapak besok saya akan datang lagi untuk membahas cara mengontrol halusinasi dengan cara minum obat, jam berapa pak kita berbincang-bincang? Ya baiklah jam 9. Mau dimana kita ketemunya pak? Ya baiklah disini saja.

4.    SP 4 : Latihan menghardik halusinasi ke-4 (dengan minum obat)

4.1.   Fase Orientasi
a.    Salam Terapeutik
Assalamualaikum bapak ? sesuai dengan janji saya kemarin, saya datang lagi ke tempat ini.
b.    Evaluasi / Validasi
Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa bapak masih ingat tentang 3 cara yang sudah kita latih kemarin, cara untuk mengusir suara-suara? Apakah ketiga cara tersebut sudah dimasukan kedalam mjadual kegiatan harian bapak? Bagus pak kalau begitu”
c.    Kontrak
Sesuai janji saya kemarin, hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum dan kita akan memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian bapak. Tujuan dari diskusi ini agar bapak minum obat dengan prinsip 7 benar / agar bapak mematuhi cara minum obat.
4.2.   Fase Kerja
-          Apakah pagi ini bapak sudah minum obat?
-          Apa ada bedanya setelah minum obat?
-          Apakah suara-suaranya berkurang atau hilang?
-          Minum obat itu sangat penting pak, supaya suara-suara yang bapak dengar dan mengganggu bapak selama ini tidak muncul lagi. Ada berapa macam obat yang bapak minum?
-          Ini yang warna orange cpz diminum 2x/hari, gunanya untuk penenang / obat tidur. Ini yang putih THP diminum 3x/hari gunanya agar bapak rileks atau tidak kaku dan tegang. Sedangkan yang warna pink ini HP diminum 3x/hari gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Kalau suara-suara sudah sudah hilang bapak obatnya tidak boleh dihentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan kekeadaan seperti semula. Kalau obat habis bapak minta lagi ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. Bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini pastikan obatnya benar, pastikan obat itu benar-benar punya bapak, pastikan obat diminum tepat pada waktunya. Dengan cara benar, yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya.
4.3.   Fase Terminasi
a.    Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang obat tadi? Apakah bapak merasa suara-suara tersebut sudah hilang?
b.    Evaluasi Objektif
Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba bapak sebutkan kembali?



c.    Rencana Tindak Lanjut
Nanti bapak jangn lupa untuk minum obat agar suara-suara itu tidak datang lagi, kemudian bapak bisa memasukannya kedalam jadwal kegiatan harian bapak.
4.4.   Kontrak
Baiklah bapak pertemuan kita cukup sampai disini, besok saya datang lagi untuk memastikan bapak masih dengar suara-suara atau tidak, dan kita akan berdiskusi tentang jadual kegiatan harian bapak. Bapak mau jam berapa kita bertemunya? Bagaiman kalau jam 9? Apa bapak bersedia? Bapak tempatnya mau dimana? Baiklah disini saja.

STRATEGI PELAKSANAAN KEPERAWATAN KEPADA KELUARGA DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN.

1.    SP 1 : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang halusinasi pendengaran serta  cara merawat klien dengan halusinasi pendengaran.
1.1.   Fase Orientasi
a.    Salam terapeutik
Assalamualaikum bu, perkenalkan nama saya... , saya perawat dari ruang ...ini, saya yang akan merawat bapak (pasien). Nama ibu siapa, senangnya dipanggil apa?
b.    Evaluasi/validasi
“Bisa kita berbincang-bincang sekarang  tentang masalah yang Ibu hadapi?” “Berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”
c.    Kontrak
Dimana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di kantor Perawat?”
1.2.   Fase Kerja
 “Bu, apa masalah yang Ibu hadapi/ dalam merawat Bapak? Apa yang Ibu lakukan? Baik Bu, Saya akan coba jelaskan tentang keadaan Bapak dan hal-hal yang perlu diperhatikan.”

‘Begini bu, bapak mengalami suatu halusinasi pendengaran yaitu bapak mendengar suara-suara yang tidak dapat orang lain dengar dengan kata lain hanya bapak yang mendengar suara tersebut”
“  Penyebab halusinasi ini bermacam-macam bu...sebelumnya maaf bu...bisa karena adanya riwayat keturunan keluarga, bisa juga karena terdapat gangguan pada penerimaan impuls di saraf pusat di otak atau mungkin juga bisa terjadi karena bapak mengalami banyak masalah psikologi lain...”
“ apabila ibu melihat bapak tersenyum sendiri, tertawa sendiri atau mungkin berbicara sendiri, ibu tidak perlu takut atau malah menghindarinya, ibu sebaiknya mengajak bapak ngobrol atau jangan biarkan bapak diam atau melamun...sering ajak bapak melakukan kegiatan agar bapak dapat mengatasi halusinasinya tersebut.
“ Nah bu...sekarang ibu apakah sudah mengerti mengapa bapak seperti demikian? Dan apakah ibu faham bagaimana apabila bapak berhalusinasi lagi” jangan lupa mengingatkan bapak cara untuk mengatasi apabila suara-suara yang bapak dengar itu muncul lagi seperti yang telah saya ajarkan kepada bapak sebelumnya”
“Kalau bapak dapat melakukan latihannya dengan baik, jangal lupa dipuji ya bu”

1.3.   Fase Terminasi
a.    Evaluasi subjektif
Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat bapak?”
b.    Evalusi Objektif
“Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak”“Setelah ini coba ibu ingatkan jadual yang telah dibuat untuk bapak ya bu
c.    Rencana tindak lanjut
“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang telah kita bicarakan tadi langsung kepada bapak?”
Tempatnya disini saja lagi ya bu?”


2.    SP 2 : Melatih keluarga melakukan cara-cara mengatasi halusinasi
a.    Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah
b.    Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat
c.    Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat
d.   Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala halusinasi

2.1.   Fase orientasi

a.    Salam terapeutik
Assalamualaikum bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita ketemu lagi untuk latihan cara-cara mengatasi halusinasi bapak.
b.    Evaluasi/validasi
Bagaimana Bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau Ibu tanyakan?
c.    Kontrak
“Berapa lama ibu mau kita latihan?”
“Bagaimana kalau kita latihan disini saja?, sebentar saya panggilkan bapak supaya bisa berlatih bersama”

2.2.   Fase Kerja
Nah pak, coba ceritakan kepada Ibu, latihan yang sudah Bapak lakukan. Bagus sekali. “Coba pak perlihatkan kepada Ibu jadwal harian Bapak! Ya pak bagus!
Nanti di rumah ibu bisa membantu bapak latihan mengatasi halusinasi bapak dengan cara yang telah bapak sebutkan tadi.”
Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya pak?”
Masih ingat pak, bu  kalau tanda-tanda halusinasi sudah bapak rasakan maka yang harus dilakukan bapak adalah…….?”
“Ya betul seperti itu ibu/bapak dengan cara menghardiknya...coba bapak peragakan”
“Bagus sekali, bapak  dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik”. “Cara yang kedua masih ingat pak, bu?”
Ya..benar, kalau suara-suara tersebut muncul, bapak bisa mencoba bercakap-cakap dengan orang lain’
“Cara yang ketiga adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan agar bapak merasa  sibuk dan tidak menghiraukan suara”suara tersebut”
“Cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, bu agar pikiran bapak jadi tenang, tidurnya juga tenang, tidak ada rasa marah
“Bapak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus. Jam berapa minum obat? Bagus. Apa guna obat pak? Bagus. Apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat? Wah bagus sekali bapak sudah faham!
Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak dapatkan, ibu tolong selama di rumah ingatkan bapak untuk meminumnya secara teratur dan jangan dihentikan tanpa sepengetahuan dokter

2.3.   Fase Terminasi
a.    Evaluasi subjektif
“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan cara-cara mengontrol marah langsung kepada bapak?”
b.    Evaluasi objektif
“Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengatasi halusinasinya?”
Selanjutnya tolong pantau dan motivasi bapak melaksanakan jadwal latihan yang telah dibuat selama di rumah nanti. Jangan lupa berikan pujian untuk bapak apabila dapat melakukan dengan benar ya bu”
c.    Rencana tindak lanjut
“ Karena Bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari lagi Ibu bertemu saya untuk membicarakan jadwal aktivitas bapak selama di rumah nanti.”
“Jam 10 seperti hari ini ya bu di ruang ini juga.”
3.      SP 3 : Membuat perencanaan pulang bersama
3.1.   Fase orientasi
a.    Salam terapeutik
“Assalamualaikum bu, karena besok bapak sudah boleh pulang, maka sesuai janji kita, sekarang kita bertemu untuk membicarakan jadwal bapak selama dirumah
b.    Evaluasi/validasi
“Bagaimana bu, selama ibu membesuk apakah sudah terus dilatih cara merawat bapak? Apakah sudah dipuji keberhasilannya?”
c.    Kontrak
Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadwal di rumah, disini saja?” “Berapa lama ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
3.2.   Fase Kerja

“Bu, jadwal yang telah dibuat selama bapak di rumah sakit tolong dilanjutkan dirumah,
baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya. Mari kita lihat jadwal Bapak!
“hal yang perlu diperhatikan adalah perilaku dan tampilan bapak selama dirumah.”Apabila bapak menolak minum obat atau memperlihatkan halusinasi seperti sebelumnya segera hubungi kami lagi, bagaimana bu?”
“Selanjutnya kami akan membantu memantau keadaan bapak selama dirumah.”


3.3.   Fase terminasi
“ Bagaimana bu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan apa saja yang perlu diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau gejala, follow up ke Puskesmas). Baiklah, silakan menyelesaikan administrasi!
Saya akan persiapkan pakaian dan obat.”

E EVALUASI dan DOKUMENTASI
EVALUASI
1.      Kemampuan pasien dan keluarga
2.      Kemampuan perawat
DOKUMENTASI
1.      Hasil dari interaksi dengan pasien hari ini dan kesesuaian pencapaian tujuan
2.      Data perkembangan selama berinteraksi dengan pasien




DAFTAR PUSTAKA
http://adidom9.blogspot.com